Jumat, 05 Oktober 2012

Tutorial Membuat Favicon Sederhana

Favicon merupakan kependekan dari Favourite Icon, atau sebuah logo/icon kecil dan unik yang biasa kita temukan di samping kiri browser pada blog atau website website tertentu yang sedang kita kunjungi, contohnya pada website duniadownload ini juga menggunakan favicon huruf D yang di kelilingi lingkaran berwarna biru muda dan hitam :)

Nah, ebook ini membahas cara mendesign dan membuat favicon hingga cara memasang favicon tersebut di blog atau website yang kita miliki, favicon ini bisa loh di pasang di blog blog gratis seperti blogger.com hingga blog/website yang di simpan pada hosting berbayar.

mau link downloadnya??
komen aja

Tutorial Bikin Web Gratis

“Pernahkah anda membayangkan memiliki situs sendiri?”, Umumnya orang berfikiran bahwa untuk memiliki sebuah website membutuhkan biaya yang mahal, dan kalau membuatnya sendiri cukup rumit. Padahal, dengan memanfaatkan fasilitas dan tools gratis di internet, ternyata anda bisa membuat dan memiliki website profesional dengan GRATIS!.

Melalui ebook ini sang penulis ingin berusaha membimbing anda dari Nol bagaimana membuat situs gratis tanpa perlu beli domain, sewa hosting, dan membayar web designer untuk membuatkan situs untuk anda.

mau link downloadnya??
koment ya??
^_^

Cara Mudah Menulis Ebook

Buku ini membahas proses pembuatan e-book, Mulai dari cara menulis, software apa saja yang diperlukan, cara brainstorming untuk mengumpulkan gagasan dan bahan penulisan, pemasaran, hingga ke soal pendistribusiannya.

Jadi, buat yang mau bikin ebook menghasilkan uang lewat ebook, "download panduan ini"�.

dengan ada koment, saya akan berikan link downloadnya
^_^

Tutorial adobe captivate 3

Perangkat lunak Adobe Captivate 3 memungkinkan setiap orang bisa membuat secara cepat simulasi yang ampuh dan terjamin, pelatihan berbasis sekenario dan pengujian tanpa memerlukan keterampilan pemrograman maupun multimedia.

Berbasis platform Adobe Flash, Adobe Captivate 3 secara otomatis menghasilkan kontent yang interaktif dan kompatible dengan Flash Player serta mudah di distribusikan dan di akses secara online    

hanya dengan koment post ini, saya berikan link downloadnya
^_^.

eBook - 5 Teknik Editing Pas Photo

Sebuah ebook yang dapat memandu anda untuk mengerti bagaimana proses peng editan photo photo melalui adobe photoshop, di dalamnya mempelajari tentang:

- Teknik Menghapus Jerawat
- Teknik Edit Pas Photo Scan-an
- Teknik Hilangkan Bagian Yang Tidak Diinginkan
- Teknik Mengganti Warna Baju
- Teknik Pemperhalus Wajah Dengan Plug-In

Di akhir ebook juga di di utarakan tentang seberapa manisnya potensi usaha di bidang jasa bisnis cetak photo ini, murni berdasarkan pengalaman penulis yang bersangkutan, apakah anda berminat membuka usaha di bidang ini?, so, jangan di tunda, download dan baca dulu ebook yang satu ini!

hanya dengan komen postingan ini, saya akan berikan link downloadnya
^_^

Sabtu, 22 September 2012

Membuat Aplikasi Mobile dengan Nokia AppWizard

Pada ebook sederhana kali ini penulis akan berbagi perihal bagaimana cara membuat aplikasi mobile untuk Website dengan memanfaatkan Nokia AppWizard, anda sama sekali tidak di tuntut untuk memiliki keterampilan pemrograman tertentu, dan tanpa biaya pendaftaran sepeserpun untuk menggunakan layanan ini, 100% GRATIS!

Didalam ebook ini juga di bahas pula tips agar aplikasi anda banyak yang mendownload (di unduh oleh orang banyak), Penasaran?, silahkan download dan baca ebooknya segera!

koment ya???
maka akan saya beri link downloadnya,,
GRATISSSSSSSS!!!!!!!

Modem Booster v7 Full Version

Modem Booster v7 Full Version - Seperti namanya, modem booster adalah software yang akan melakukan Tune-Up pada settingan modem sehingga kecepatan koneksi internet melalui modem yang anda milik dapat di gunakan secara lebih maksimal.

Modem booster juga memiliki fitur restore to original setting yang berfungsi untuk mengembalikan setting modem ke settingan semula, jadi jika koneksi internet anda malah bermasalah karena menggunakan software ini maka anda dapat mengembalikan settingan tersebut ke settingan originalnya.

jika berminat,, koment yaaa???
dengan koment saja anda akan saya berikan link downloadnya
FREE.........!!!!!!

Jumat, 21 September 2012

CARA MUDAH MEMBUAT EBOOK

kalo mau tau cara mudah untuk membuat ebook...
koment aja yaaaa???
nanti saya kasih link downloadnya,,
free

^_^

Uang Gratis

kunjungi saja web di bawah ini:

http://www.bigmoneyptc.com/index.php?ref=roy2510

Software Pencari Driver

Devid.info merupakan sebuah situs Driver Identifier yang mana dapat membantu Anda pada saat pencarian Driver PC, Notebook, dan Netbook.

Adapun cara pencarian Driver di situs tersebut sebagai berikut:

(contoh pencarian driver pada PC saya yang kebetulan masih memakai Windows XP)

1. Masuk ke Window Explorer
2. Klik Kanan di My Computer lalu pilih Properties ( akan masuk pada System Properties )
3. Pilih menu Tab Hardware kemudian Klik Device Manager
4. Kemudian lihat apakah Driver masih ada yang tidak terdeteksi atau terdapat tanda ( ? ). Jika ada, Klik kanan pada tanda ( ? ) tersebut lalu pilih Properties, lalu pilih Tab Menu Details.
5. Copy dengan menekan CTRL+ C Driver ID yang terdapat pada kolom besar ( Contoh: PCI\VEN_10EC&DEV_8167&SUBSYS_1C2A147B&REV_10\4&72ACDAA&0&4020 ), kemudian Paste dengan menekan CTRL + V di kolom situs Devid.info, kemudian tekan Search.
6. Beberapa saat akan muncul hasil dari pencarian Driver ID tersebut.
7. Happy Download

Anda juga dapat menggunakan DevlDagent yang bisa di download dari link dibawah ...

LINK DOWNLOAD :

http://devid.info
http://devid.info/uploads/software/DevIDagent.exe

Kumpulan Rumus Matematika

Filenya tersedia dalam WinRAR (Password : sokpaten-A26)

Adapun isinya :
- Barisan dan Deret (Size : 17.4 Kb)
- Dimensi Tiga (Size : 53.4 Kb)
- Eksponen (Size : 22.9 Kb)
- Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers (Size : 39.6 Kb)
- Fungsi Kuadrat (Size : 21.2 Kb)
- Integral (Size : 24.3 Kb)
- Limit Fungsi (Size : 26.1 Kb)
- Lingkaran (Size : 18.0 Kb)
- Logaritma (Size : 34.7 Kb)
- Logika Matematika (Size : 74.7 Kb)
- Matriks (Size : 33.7 Kb)
- Peluang (Size : 16.3 Kb)
- Persamaan Kuadrat (Size : 19.6 Kb)
- Pertidaksamaan (Size : 17.4 Kb)
- Proglin (Size : 33.7 Kb)
- Statistika (Size : 16.8 Kb)
- Suku Bayak (Size : 52.9 Kb)
- Transformasi (Size : 15.9 Kb)
- Trigonometri (Size : 27.4 Kb)
- Turunan (Size : 15.3 Kb)
- Vektor (Size : 37.1 Kb)

 LINK DOWNLOAD :
All download (https://www.box.com/s/de5fe6601d22d6eb7e28)
Download satu persatu :
- Barisan dan Deret (https://www.box.com/s/0365498b19df99e3455d)
- Dimensi Tiga (https://www.box.com/s/09ef92e1d7cb3fc60231)
- Eksponen (https://www.box.com/s/249bc3d9558f7727370a)
- Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers (https://www.box.com/s/0d6850c39702c858ebdd)
- Fungsi Kuadrat (https://www.box.com/s/4e9c4179d7006aafd7c6)
- Integral (https://www.box.com/s/fbd6fc6b5e93f0058987)
- Limit Fungsi (https://www.box.com/s/221148207f4726ff15d6)
- Lingkaran (https://www.box.com/s/56f2ec4c82a53d6eb784)
- Logaritma (https://www.box.com/s/50a6053c0628e9a6418f)
- Logika Matematika (https://www.box.com/s/7d6856bbe565b55c9113)
- Matriks (https://www.box.com/s/75e106727cf7a021156b)
- Peluang (https://www.box.com/s/c48b2985b4ff0687af0f)
- Persamaan Kuadrat (https://www.box.com/s/60c6e8f0675deb31d186)
- Pertidaksamaan (https://www.box.com/s/cda56332919452f84510)
- Proglin (https://www.box.com/s/b334f0a231f31b7a7ee5)
- Statistika (https://www.box.com/s/83c905862a2220966dae)
- Suku Bayak (https://www.box.com/s/dbde46e6db1c60ea59b4)
- Transformasi (https://www.box.com/s/0ca6d6ac460239f85317)
- Trigonometri (https://www.box.com/s/5ab1772232a3194916de)
- Turunan (https://www.box.com/s/dee87cad872bf9f86a60)
- Vektor (https://www.box.com/s/d063d192dc1869ff7164)

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Aspek Filosofi Sektor Publik
Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi pemerintahan. Dan diberbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan daripada accrual base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat”. Dari definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi -organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Di Indonesia, akuntansi sektor publik dapat didefinisikan: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek- proyek kerjasama sektor publik dan swasta”.

JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah:

1. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional
2. Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.


1.ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran yang besifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
CIRI-CIRI ANGGARAN TRADISIONAL :

Incrementalism

Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.

Line-item

Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.

2.ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM
Era New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.

Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:

Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community).
Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.
Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan.
Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik.
Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif yaitu menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.



Definisi Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi pemerintahan. Dan diberbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan daripada accrual base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat”. Dari definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat – bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi -organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Di Indonesia, akuntansi sektor publik dapat didefinisikan: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta”.
Penerapan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia
Salah satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN. Di tahun 1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan berupa nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan terlalu banyaknya ‘politisasi’ atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan perusahaan tersebut hanya dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Sehingga sejarah kehadirannya tidak memperlihatkan hasil yang baik dan tidak menggembirakan. Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah. Salah satunya adalah Perusahaan Umum Telekomunikasi (1989).
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik.
American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan auditing sektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor Publik.
AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian manajemen. Fungsi perencanaan meliputi perencanaan strategik, pemberian informasi biaya, penilaian investasi, dan penganggaran, sedangkan fungsi pengendalian meliputi pengukuran kinerja. Informasi yang diberikan meliputi biaya investasi yang dibutuhkan serta identifikasinya, penilaian investasi dengan memperhitungkan biaya dengan manfaat yang diperoleh (cost-benefit analysis), dan penilaian efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis), serta jumlah anggaran yang dibutuhkan.
Dalam perkembangannya, kelemahan dan ketertinggalan sektor publik dari sektor swasta memicu munculnya reformasi pengelolaan sektor publik dengan meninggalkan administrasi tradisional dan beralih ke New Public Management (NPM), yang memberi perhatian lebih besar terhadap pencapaian kinerja dan akuntabilitas, dengan mengadopsi teknik pengelolaan sektor swasta ke dalam sektor publik.
Dalam perkembangannya, konsep value for money diperluas dengan penerapan best value performance framework yang menunjang reformasi layanan publik. Reformasi layanan publik meliputi empat hal mendasar yaitu adanya standar nasional, keleluasaan dalam menyediakan layanan, fleksibilitas organisasi, dan eksplorasi jenis layanan yang dapat disediakan (ODPM, 2003). Layanan masyarakat seharusnya mempunyai kriteria seperti adanya standar yang tinggi dan responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya serta dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Standar yang tinggi dan responsif merupakan sesuatu yang relatif yang dapat diantisipasi dengan penetapan standar pelayanan minimal (SPM) atau minimum standard level of public services. Indonesia saat ini sudah mempunyai PP No. 65 Tahun 2005 yang mengatur tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
Tujuan pokok best value adalah memodernisasi penilaian pengelolaan pemerintahan sehingga unit kerja yang berwenang menyediakan layanan yang baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga layanan yang disediakan bukan berdasarkan dana yang tersedia (pelayanan merupakan fungsi pendapatan), tetapi lebih pada apa yang dibutuhkan masyarakat (pelayanan merupakan fungsi kebutuhan). Setiap unit kerja menentukan target dan tujuan serta merefleksikannya ke dalam suatu performance plan yang memberikan informasi mengenai jenis layanan yang disediakan, cara menyediakan layanan, obyek pemakai layanan, kualitas layanan yang diharapkan, dan tindakan yang diperlukan dalam menyediakan layanan (Jones and Pendlebury, 2000). Best value juga menyelaraskan prioritas dan fokus nasional dengan prioritas dan fokus daerah sehingga pengembangan layanan publik tidak tumpang tindih.
Best value menitikberatkan pada pembangunan yang berkelanjutan, keseimbangan kualitas layanan yang disediakan dengan biaya yang dikeluarkan, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam menyediakan layanan publik.Best value meningkatkan akuntabilitas dengan cara konsultasi dan musyawarah untuk memastikan adanya komunikasi yang efektif dalam komunitas daerah. Selain itu, best value juga mensyaratkan adanya evaluasi pada setiap aspek pekerjaan dari berbagai perspektif untuk menilai kinerja unit kerja tersebut. Best value dapat mengadopsi teknik-teknik manajemen sektor privat seperti value planning, value engineering, dan value analysis, serta konsep customer value. Dengan demikian, best value dapat dikatakan sebagai konsep pengelolaan yang berfokus pada pelanggan dan kinerja.
SISTEM PENGUKURAN KINERJA
Setelah suatu sistem pengelolaan keuangan terbentuk, perlu disiapkan suatu alat untuk mengukur kinerja dan mengendalikan pemerintahan agar tidak terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak adanya kepastian hukum dan stabilitas politik, dan ketidakjelasan arah dan kebijakan pembangunan (Mardiasmo, 2002a).
Pengukuran kinerja memiliki kaitan erat dengan akuntabilitas, seperti halnya akuntabilitas memiliki kaitan erat dengan NPM. Untuk memantapkan mekanisme akuntabilitas, diperlukan manajemen kinerja yang didalamnya terdapat indikator kinerja dan target kinerja, pelaporan kinerja, dan mekanisme reward and punishment (Ormond and Loffler, 2002). Indikator pengukuran kinerja yang baik mempunyai karakteristik relevant, unambiguous, cost-effective, dan simple (Accounts Commission for Scotland, 1998) serta berfungsi sebagai sinyal atau alarm yang menunjukkan bahwa terdapat masalah yang memerlukan tindakan manajemen dan investigasi lebih lanjut (Jackson, 1995).
Fokus pengukuran kinerja terdiri dari tiga hal yaitu produk, proses, dan orang (pegawai dan masyarakat) yang dibandingkan dengan standar yang ditetapkan dengan wajar (benchmarking) yang dapat berupa anggaran atau target, atau adanya pembanding dari luar (Hoque, 2002). Hasil pembandingan digunakan untuk mengambil keputusan mengenai kemajuan daerah, perlunya mengambil tindakan alternatif, perlunya mengubah rencana dan target yang sudah ditetapkan apabila terjadi perubahan lingkungan.
Selama ini, sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan, dan sumber kebocoran dana. Tuntutan baru muncul agar organisasi sektor publik memperhatikan value for money yang mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama. Dalam pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: efisiensi alokasi (efisiensi 1), dan efisiensi teknis atau manajerial (efisiensi 2). Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal. Efisiensi teknis terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output tertentu (dapat dilihat pada Gambar 1). Kedua efisiensi tersebut merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat apabila dilaksanakan atas pertimbangan keadilan dan keberpihakan terhadap rakyat (Mardiasmo, 2002a).

Rabu, 29 Agustus 2012

Pengertian Modal Kerja

Pengertian Modal Kerja

Dalam operasional kegiatan keseharian perusahaan modal memiliki peran
utama sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Dalam perusahaan
modal kerja menunjukan tingkat keamanan atau margin of safety para kreditur
terutama kreditur jangka pendek. Adanya modal kerja yang cukup memungkinkan
perusahaan beroperasi dengan seekonomis mungkin dan perusahaan tidak
mengalami kesulitan akibat krisis-krisis atau kekacauan keuangan,
Menurut Bambang Riyanto (2008:57)

Dalam pembahasan modal kerja Munawir (2005:115) menjelaskan bahwa
dikenal 3 konsep modal kerja yaitu:
1. Konsep kuantitatif
2. Konsep kualitatif
3. Konsep fungsional
Uraian mengenai ketiga konsep-konsep diatas yaitu sebagai berikut :

  1. Konsep kuantitatif
Dalam konsep ini yang dimaksud dengan modal kerja kuantitatif yaitu
keseluruhan dari jumlah aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang
sekali berputar kembali dalam
bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam didalamnya tak dapat
bebas lagi dalam jangka waktu yang pendek.

  1. Konsep kualitatif
Dalam konsep ini modal dikaitkan dengan besarnya jumlah utang lancar atau
utang yang harus segera dibayar. Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah
kelebihan hutang lancar diatas aktiva lancar, dimana modal kerja benar-benar
menujukan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek, dapat menjamin
kesinambungan usaha dimasa depan serta menunjukan kemampuan suatu
perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka
pendek dengan jaminan aktiva lancar. Modal kerja ini sering pula disebut
dengan modal kerja netto (net Working capital)

  1. Konsep fungsional
Dalam konsep ini modal kerja berfungsi menghasilkan pendapatan yang
berasal dari kegiatan normal perusahaan untuk periode yang bersangkutan.
Dalam konsep ini modal kerja meliputi: kas, piutang, persediaan, dan
depresiasi aktiva tetap periode yang bersangkutan sedangkan surat surat
berharga (investasi sementara) dan keuntungan piutang merupakan modal kerja
potensial.
Sedangkan Menurut Handoyo Mardianto (2009;98) yaitu :
“Modal Kerja dibedakan menjadi dua yaitu modal kerja kotor dan modal
kerja bersih.”
Sumber: Handono Mardiyanto (2009;98)
Modal Kerja Kotor = aktiva Lancar
Modal Kerja Bersih = Aktiva Lancar – Hutang Lancar


UU RI NOMOR 1 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2004
TENTANG
PERBENDAHARAAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.       bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara;
b.       bahwa pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
c.        bahwa dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara yang mengatur perbendaharaan negara;
d.       bahwa Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53), tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara;
e.        bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas perlu dibentuk Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara;
Mengingat :
1.       Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23, dan Pasal 23C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.       Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.       Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
2.       Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
3.       Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
4.       Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
5.       Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
6.       Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
7.       Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
8.       Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
9.       Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
10.    Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
11.    Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
12.    Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
13.    Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.
14.    Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.
15.    Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
16.    Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.
17.    Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
18.    Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
19.    Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan.
20.    Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
21.    Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
22.    Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
23.    Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
24.    Bank Sentral adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23D.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1, meliputi:
a.       pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b.       pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
c.        pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d.       pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
e.        pengelolaan kas;
f.        pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g.        pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h.       penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;
i.         penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
j.         penyelesaian kerugian negara/daerah;
k.       pengelolaan Badan Layanan Umum;
l.         perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

Bagian Ketiga
Asas Umum
Pasal 3


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.
BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
Bagian Pertama
Pengguna Anggaran
Pasal 4


(1)
(2)
Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a.menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b.menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c.menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;
d.menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
e.melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
f.menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;
g.menggunakan barang milik negara;
h.menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
i.mengawasi pelaksanaan anggaran;
j.menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Pasal 5


Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:
a.       menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b.       menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran;
c.        menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
d.       menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
e.        menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
f.        menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.
Pasal 6


(1)
(2)
Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang:
a.menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b.melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
c.melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d.melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e.mengelola utang dan piutang;
f.menggunakan barang milik daerah;
g.mengawasi pelaksanaan anggaran;
h.menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Bagian Kedua
Bendahara Umum Negara/Daerah
Pasal 7


(1)
(2)
Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang:
a.       menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
b.       mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c.        melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
d.       menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
e.        menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
f.        mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
g.        menyimpan uang negara;
h.       menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi;
i.         melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara;
j.         melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;
k.       memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
l.         melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
m.     mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan;
n.       melakukan penagihan piutang negara;
o.       menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;
p.       menyajikan informasi keuangan negara;
q.       menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara;
r.         menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak;
s.        menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.
Pasal 8


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawab-kan uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan penagihan piutang negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.
Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.
Pasal 9


(1)
(2)
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara Umum Daerah.
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang:
a.       menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b.       mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c.        melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d.       memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;
e.        melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f.        memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
g.        mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
h.       menyimpan uang daerah;
i.         melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi;
j.         melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
k.       menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;
l.         melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
m.     melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
n.       melakukan penagihan piutang daerah;
o.       melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
p.       menyajikan informasi keuangan daerah;
q.       melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.
Bagian Ketiga
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Pasal 10


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.
Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/ penjualan tersebut.


BAB III
PELAKSANAAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA/DAERAH
Bagian Pertama
Tahun Anggaran
Pasal 11
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Pasal 12


(1)
(2)
APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
a.       hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
b.       kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
c.        penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara.
Pasal 13


(1)
(2)
APBD dalam satu tahun anggaran meliputi:
a.       hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
b.       kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
c.        penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah.
Bagian Kedua
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Pasal 14


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada semua menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga.
Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Presiden.
Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan.
Pada dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampirkan rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam lingkungan kementerian negara yang bersangkutan.
Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, kuasa bendahara umum negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 15


(1)
(2)
(3)
(4)
Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah memberitahukan kepada semua kepala satuan kerja perangkat daerah agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing satuan kerja perangkat daerah.
Kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.
Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan.
Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Kepala satuan kerja perangkat daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Pasal 16


(1)
(2)
(3)
(4)
Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.
Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.
Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara/daerah adalah hak negara/daerah.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Anggaran Belanja
Pasal 17


(1)
(2)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.
Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.
Pasal 18


(1)
(2)
(3)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:
a.       menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
b.       meneliti kebenaran dokumen yang menjadi per-syaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;
c.        meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
d.       membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
e.        memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.
Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Pasal 19


(1)
(2)
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk:
a.       meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
b.       menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c.        menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d.       memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;
e.        menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 20


(1)
(2)
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBD dilakukan oleh Bendahara Umum Daerah.
Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Daerah berkewajiban untuk:
a.       meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran;
b.       menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c.        menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d.       memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah;
e.        menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 21


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah :
a.       meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
b.       menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c.        menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3) tidak dipenuhi.
Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya.
Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.
BAB IV
PENGELOLAAN UANG
Bagian Pertama
Pengelolaan Kas Umum Negara/Daerah
Pasal 22


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah.
Dalam rangka penyelenggaraan rekening pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Keuangan membuka Rekening Kas Umum Negara.
Uang negara disimpan dalam Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.
Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara Umum Negara dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada bank umum.
Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari.
Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.
Dalam hal kewajiban penyetoran tersebut secara teknis belum dapat dilakukan setiap hari, Bendahara Umum Negara mengatur penyetoran secara berkala.
Rekening Pengeluaran pada bank umum diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.
Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBN.
Pasal 23


(1)
(2)
Pemerintah Pusat memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada bank sentral.
Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank sentral, ditetapkan berdasarkan kesepakatan Gubernur bank sentral dengan Menteri Keuangan.
Pasal 24


(1)
(2)
(3)
Pemerintah Pusat/Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada bank umum.
Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah Pusat/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku.
Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank umum yang bersangkutan.
Pasal 25


(1)
(2)
Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah merupakan Pendapatan Negara/Daerah.
Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum dibebankan pada Belanja Negara/Daerah.
Pasal 26


(1)
(2)
(3)
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam hal tertentu dapat menunjuk badan lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau pengeluaran negara untuk mendukung kegiatan operasional kementerian negara/lembaga.
Penunjukan badan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam suatu kontrak kerja.
Badan lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban menyampaikan laporan secara berkala kepada Bendahara Umum Negara mengenai pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Pasal 27


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Dalam rangka penyelenggaraan rekening Pemerintah Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota.
Dalam pelaksanaan operasional Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Bendahara Umum Daerah dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.
Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menampung Penerimaan Daerah setiap hari.
Saldo Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah.
Rekening Pengeluaran pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Daerah.
Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pasal 28


(1)
(2)
(3)
Pokok-pokok mengenai pengelolaan uang negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah setelah dilakukan konsultasi dengan bank sentral.
Pedoman lebih lanjut mengenai pengelolaan uang negara/daerah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berkaitan dengan pengelolaan uang daerah selanjutnya diatur dengan peraturan daerah.


Bagian Kedua
Pelaksanaan Penerimaan Negara/Daerah oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pasal 29


(1)
(2)
(3)
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah memperoleh persetujuan dari Bendahara Umum Negara.
Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan negara di lingkungan kementerian negara/lembaga.
Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 30


(1)
(2)
Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya.


Bagian Ketiga
Pengelolaan Uang Persediaan untuk Keperluan Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pasal 31


(1)
(2)
(3)
Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran kementerian negara/lembaga.
Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 32


(1)
(2)
Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan satuan kerja perangkat daerah.
Gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran satuan kerja perangkat daerah.
BAB V
PENGELOLAAN PIUTANG DAN UTANG
Bagian Pertama
Pengelolaan Piutang
Pasal 33


(1)
(2)
(3)
Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN.
Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN.
Tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 34


(1)
(2)
Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu.
Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 35
Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 36


(1)
(2)
(3)
(4)
Penyelesaian piutang negara/daerah yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.
Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyangkut piutang negara ditetapkan oleh:
a.       Menteri Keuangan, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati tidak lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.       Presiden, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c.        Presiden, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyangkut piutang Pemerintah Daerah ditetapkan oleh:
a.       Gubernur/bupati/walikota, jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati tidak lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.       Gubernur/bupati/walikota, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Perubahan atas jumlah uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 37


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.
Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang Pemerintah Pusat, ditetapkan oleh:
a.       Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.       Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c.        Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang Pemerintah Daerah, ditetapkan oleh:
a.       Gubernur/bupati/walikota untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.       Gubernur/bupati/walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Perubahan atas jumlah uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan undang-undang.
Tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta dalam Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Utang
Pasal 38


(1)
(2)
(3)
(4)
Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN.
Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja Negara.
Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 39


(1)
(2)
(3)
(4)
Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah menyiapkan pelaksanaan pinjaman daerah sesuai dengan keputusan gubernur/bupati/walikota.
Biaya berkenaan dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah.
Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 40


(1)
(2)
(3)
Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah.
BAB VI
PENGELOLAAN INVESTASI
Pasal 41


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung.
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah.
BAB VII
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
Pasal 42
Menteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara.
Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.
Pasal 43
Gubernur/bupati/walikota menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.
Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Pasal 44


Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Pasal 45


(1)
(2)
Barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.
Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Pasal 46


(1) Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:
a.       pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b.       tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:



1)
2)
3)
4)
5)
sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
diperuntukkan bagi pegawai negeri;
diperuntukkan bagi kepentingan umum;
dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.


(2)
(3)
a.       Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 47


(1) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:
a.       pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b.       tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:



1)
2)
3)
4)
5)
sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
diperuntukkan bagi pegawai negeri;
diperuntukkan bagi kepentingan umum;
dikuasai daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.


(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
a.       Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Pasal 48
Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 49
Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
Tanah dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/ walikota untuk kepentingan penyeleng-garaan tugas pemerintahan negara/daerah.
Barang milik negara/daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah.
Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.


BAB VIII
LARANGAN PENYITAAN UANG DAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DAN/ATAU YANG DIKUASAI NEGARA/DAERAH
Pasal 50
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a.       uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b.       uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c.        barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d.       barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e.        barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
BAB IX
PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBN/APBD
Bagian Pertama
Akuntansi Keuangan
Pasal 51


(1)
(2)
(3)
Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya.
Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.


Bagian Kedua
Penatausahaan Dokumen
Pasal 52
Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pertanggungjawaban Keuangan
Pasal 53


(1)
(2)
(3)
(4)
Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.
Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
Pasal 54


(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya.
Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.
Bagian Keempat
Laporan Keuangan
Pasal 55
Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.       Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.
b.       Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
c.        Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat;
d.       Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Presiden kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 56


(1)
(2)
(3)
(4)
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.       Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
b.       Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
c.        Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Daerah;
d.       Gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan daerah.
Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Bagian Kelima
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
Pasal 57


(1)
(2)
(3)
Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum.
Pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Presiden.
BAB X
PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
Pasal 58


(1)
(2)
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.
Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
BAB XI
PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH
Pasal 59


(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(1)
(2)
Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
Pasal 60
Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.
Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 61
Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala satuan kerja perangkat daerah kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.
Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 62
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
Pasal 63
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.


Pasal 65
Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 66


(1)
(2)
Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.
Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian negara/daerah.
Pasal 67


(1)
(2)
Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik negara/daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan negara/daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.
BAB XII
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
Pasal 68


(1)
(2)
(3)
(4)
Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
Pasal 69


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah.
Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah.
Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum diatur dalam peraturan pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 70


(1)
(2)
(3)
(4)
Jabatan fungsional bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
Penyimpanan uang negara dalam Rekening Kas Umum Negara pada Bank Sentral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.
Penyimpanan uang daerah dalam Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.
Pasal 71


(1)
(2)
(3)
Pemberian bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) mulai dilaksanakan pada saat penggantian Sertifikat Bank Indonesia dengan Surat Utang Negara sebagai instrumen moneter.
Penggantian Sertifikat Bank Indonesia dengan Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai tahun 2005.
Selama Surat Utang Negara belum sepenuhnya menggantikan Sertifikat Bank Indonesia sebagai instrumen moneter, tingkat bunga yang diberikan adalah sebesar tingkat bunga Surat Utang Negara yang berasal dari penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 73
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 74
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.